Berita Utama Politik

Kejaksaan Disebut Sulit Lepas dari Pengaruh Politik

Kejaksaan Disebut Sulit Lepas dari Pengaruh Politik

Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, menyoroti masalah independensi Kejaksaan. Dia menyebut sulit Kejaksaan bisa lepas dari pengaruh politik.

“Tapi yang paling saya soroti dari problem kejaksaan kita, menurut saya kita agak sulit, atau sulit berharap kejaksaan itu lepas dari pengaruh politik. Sulit berharap profesionalisme, integritas sepanjang Kejaksaan itu tidak dibangun sebagai lembaga penegakan hukum yang independen,” ujar Edwin dalam diskusi publik Undang-Undang Kejaksaan: Antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat di Jakarta Selatan, dikutip pada Minggu (26/1/2025).

Edwin menilai masalah utamanya ada di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Syarat sebuah lembaga untuk independen tidak terpenuhi di dalam UU tersebut.

“Satu, dia diangkat oleh Presiden, diberhentikan oleh Presiden, kemudian masa jabatannya mengikuti masa jabatan Presiden. Dia bagian dari kabinet, dia bagian dari eksekutif. Bagaimana kita bisa berharap jaksa independen?” ujar dia.

Dia menyarankan adanya proses seleksi untuk Jaksa Agung. Menurut dia, prosesnya bisa disamakan dengan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Harusnya kalau jaksa mau independen, harusnya ada proses seleksinya. Itu sama dengan proses seleksi pimpinan KPK. Ada pansel yang dibentuk, pansel itu terdiri dari misalnya dua unsur pemerintah, tiga unsur masyarakat. Kemudian itu yang diajukan pansel kepada DPR, misalnya tiga orang calon Jaksa Agung. Kemudian ke DPR, DPR yang memilih, Presiden hanya menetapkan,” ujar dia.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai perbaikan utama dalam UU Kejaksaan ada pada masalah independensi.

“Kalau undang-undang ini mau diperbaiki, maka penerjemahan soal independensi atau prinsip perlaksanaan secara merdeka itu yang harus dipikirkan. Ini menjadi menarik nih. Kenapa? Karena sebenarnya kita semua tahu implementasi Kejaksaan itu memang tidak sepenuhnya independen. Dia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden,” ujar dia.

Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menyoroti soal denda damai yang bisa dilakukan Kejaksaan. Menurut dia, denda damai ini memang bisa saja menjadi opsi bila ada pelanggaran ekonomi. Namun, terkadang disalahgunakan menjadi denda untuk keuntungan pribadi, bukan Negara.

“Saya gak bisa sebut statistiknya. Ya adalah beberapa kasus gitu tapi ini saya menjamin bukan fitnah. Ada kasusnya gitu lho. Beberapa kasusnya yang terjadi seperti itu. Dan saya kira mungkin juga teman-teman masyarakat itu banyak juga mengalami itu. Dan saya kira di mana ada kekuasaan di situ, ada potensi penyelewengannya sebenarnya. Penggunaan kekuasaan secara tidak benar. Baik itu kekuasaan menyidik, kekuasaan menuntut, atau bahkan kekuasaan memutus,” ujar dia.

Dia menilai perlu ada lembaga khusus yang mengawasi kinerja Kejaksaan agar tidak terjadi penyelewengan. “Kesadaran bahwa penegak hukum itu juga manusia, maka lembaga-lembaga pengawasan itu secara sistemik menjadi penting,” ucap dia. (Metrotvnews)

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *