Kasus Kekerasan Siber Anak Didominasi Kekerasan Seksual

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah ( KPAD) Provinsi Bali, A.A. Made Putra Wirawan, S.H., M.H., mengatakan secara umum dari tahun ke tahun kasus kekerasan siber terhadap anak di Bali didominasi oleh kasus kekerasan seksual. Ia menjelaskan modus yang digunakan pelaku beragam, mulai dari bujuk rayu hingga ancaman setelah mendapatkan foto atau video korban.
Putra Wirawan menambahkan dari beberapa kasus yang ditangani KPAD, anak yang menjadi korban kejahatan siber awalnya berkenalan dengan pelaku di media sosial melalui sebuah situs game online, kemudian berteman dekat tanpa bertemu saling bertukar nomor handphone, kemudian dengan bujuk rayu pelaku, korban pun mengirimkan foto- foto dan video – video vulgar, sehingga pada akhirnya terjadilah pengancaman yang dilakukan pelaku agar korban mau menuruti keinginan pelaku. Menurut Putra Wirawan banyak anak yang terjebak dan akhirnya mengalami eksploitasi seksual secara daring.
“Jadi ketika seorang anak dalam proses perkenalan di dunia maya atau disebut dengan istilah grooming tersebut, anak merasa nyaman dan sebagainya,tiba – tiba timbul rasa kangen padahal belum pernah bertemu dengan orang tersebut,anak mulai terkena bujuk rayu, mulai mengirim foto – foto dan video tidak senonoh, akhirnya anak tersebut akan kebablasan” ujarnya ketika berbincang dalam program acara Obrolan Komunitas,beberapa waktu lalu di Programa 4 RRI Denpasar.
Putra Wirawan menekankan pentingnya peran orangtua dalam mengawasi aktivitas digital anak, serta mengingatkan anak – anak untuk menjaga empat (4) bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam, diantaranya, mulut, dada, alat kelamin dan pantat ( dubur). Hal ini penting diedukasi kepada anak dari sejak dini, agar anak memahami bahwa bagian – bagian tubuh tersebut harus dilindungi, dan tidak boleh diperlihatkan kepada siapapun,apalagi melalui foto atau video yang dikirim melalui handphone atau media sosial.
Diungkapkan Putra Wirawan ketika seorang anak sudah berani menunjukkan bagian – bagian tubuhnya yang tertutup,apalagi melakukan hubungan seksual, disimpan dalam bentuk foto maupun video, kemudian oleh pelaku foto dan video tersebut dishare di media sosial, maka jejak digital akan tetap ada. Hal tersebut tentunya sangat berisiko terhadap masa depan dan kesehatan psikologis anak.
Dikatakan Putra Wirawan, KPAD dalam menangani dan mendampingi anak yang menjadi korban kejahatan siber, penanganan psikologis anak yang diutamakan terlebih dahulu dan mengoptimalkan dukungan dari orang tua. Menurutnya kendala yang dihadapi dari kasus kasus yang terjadi, terkadang orang tua menganggap kejadian yang dialami oleh anak adalah aib, bahkan tidak mau melapor , sehingga anak pun tidak mendapatkan dukungan dari orang tua yang pada akhirnya akan membebani mental anak dan menyebabkan depresi.
Putra Wirawan menekankan pentingnya edukasi literasi digital dan kolaborasi semua pihak termasuk orang tua dan aparat penegak hukum dalam melindungi anak – anak dari kekerasan siber. KPAD pun siap memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis terhadap anak,termasuk juga untuk menguatkan pihak keluarga, sehingga anak dan orang tua tidak perlu merasa takut untuk melapor dan melalukan pengaduan, karena tanpa izin keluarga pihaknya KPAD pun akan sulit untuk mengambil tindakan penanganan dan pendampingan psikologis terhadap korban.
“Kalau kami dari KPAD Selalu memiliki motto “ Berlian “ Bersama lindungi anak, mengajak orang tua untuk mengawasi dan mendampingi anak – anak agar bijak dalam bermedia sosial, jangan menjadi contoh yang negativf bagi anak. Mari bijak bermedia sosial, karena jejak digital akan tetap ada, dan bisa berdampak ketika anak sudah dewasa,” pungkasnya.