Peristiwa

Dosen IAIN Palangkaraya Soroti Produk Jurnalistik Iklan, Bagaimana Mau Kritis?

Dosen IAIN Palangkaraya Soroti Produk Jurnalistik Iklan, Bagaimana Mau Kritis?

PALANGKA RAYA – Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada tahun 2024 menempati urutan ketiga di Indonesia. Dengan skor 79,58 atau dalam kategori cukup bebas, IKP Kalteng 2024 bersaing dengan Kalimantan Timur yang berada di urutan kedua dengan skor 79,96 (cukup bebas) dan Kalimantan Selatan yang berada di urutan pertama dengan skor 80,91 persen (cukup bebas). 

Akademisi Jurusan Dakwah dan Komunikasi Islam dari IAIN Palangka Raya, Hakim Syah, melihat bahwa IKP 2024 oleh Dewan Pers yang menunjukkan Kalteng berada di peringat ketiga se-Indonesia masih belum dapat dibanggakan. 

Dia pun menyoroti peran media lokal yang belum maksimal dalam menjalankan tugas sebagai pengawas kinerja penguasa alias watchdog (anjing penjaga). 

“Pers tetap jadi bagian integral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka eksistensi pers menjadi bagian yang tidak bisa dipungkiri, termasuk dalam konteks pengawasan lembaga pemerintahan,” ujar Hakim Syah. 

Dia lantar mempertanyakan seberapa jauh peran pers lokal dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Hakim, dalam menjalankan tugasnya, jurnalis harus berorientasi untuk memproduksi pesan penting ke publik, bukan iklan. 

“Apa yang terjadi kalau cuman memproduksi iklan? Produk jurnalistiknya kontrakan semua, bagaimana mau kritis. Kalau begitu, pada akhirnya teman-teman jurnalis hanya menjadi perpanjangan tangan humas,” kata Hakim di hadapan peserta diskusi yang kebanyakan wartawan dari berbagai media di Palangka Raya itu. 

Hakim berharap, melalui diskusi publik tersebut, Hari Kemerdekaan Pers Sedunia tahun ini dapat menumbuhkan spirit agar bagaimana demokrasi Indonesia tetap eksis dengan kehadiran pers yang kritis. 

“Jurnalisme yang sehat bukan yang menyenangkan, tapi yang kritis, memberi pencerahan publik, dan kedalaman makna,” pungkas dia. 

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik pada Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik (Diskominfosantik) Kalteng, Erwindy, yang hadir menjadi pemateri dalam diskusi publik tersebut, mengakui jika angka IKP Kalteng 2024 yang berada di urutan ketiga pada tahun 2024 merupakan sesuatu yang membanggakan. 

“Sejauh ini kita peringkat ketiga di bawah Kalimantan Selatan, jadi memang saat ini data real yang dirilis oleh Dewan Pers, dengan berbagai indikator penilaian yang ada 20 indikator penilaian dan delapan indikator utama, Kalteng berada di urutan ketiga,” kata dia. 

Namun demikian, Erwindy tak menampik jika adanya ikatan kontrak antara media dengan lembaga negara dapat memengaruhi independensi media tersebut. Pada akhirnya, media akan berpikir dua kali untuk menerbitkan suatu pemberitaan yang cenderung kontra terhadap pengiklan. 

Keadaan tersebut diperparah oleh semakin masifnya masyarakat yang cenderung lebih banyak mengonsumsi konten informasi dari media sosial ketimbang media konvensional. Pada akhirnya, media konvensional akan mengandalkan iklan atau kontrak ke pemerintah daerah untuk menjaga pemasukan. 

“Pers dihadapkan dengan media daring dan media sosial yang lebih cepat, pada akhirnya media bergantung dengan kemitraan pemerintah daerah, sehingga tercipta ruang-ruang yang bisa menekan independensi pers,” kata dia. 

Menurut Erwindy, jika kemudian ada pihak-pihak yang tidak sepakat atau ingin menganulir data tersebut, lantaran dinilai tak sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh para jurnalis lokal selama di lapangan, maka sah-sah saja. 

“Silakan digugat IKP 2024 tersebut apabila memang dinilai tidak sesuai dengan kondisi yang dialami rekan-rekan jurnalis selama di lapangan, malah lebih bagus untuk menyingkap fakta yang sebenarnya,” ujar dia. 

Di lapangan, jurnalis media lokal di Kalteng kerap mendapatkan intimidasi dari narasumber setelah menulis sebuah pemberitaan yang kritis. Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna, menyoroti data nasional yang memperlihatkan jika Indeks Kebebasan Pers di Indonesia terus merosot dari tahun ke tahun. 

“Catatan AJI, hingga triwulan pertama 2025, sudah ada 35 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Terbaru terjadi di Semarang, ada tiga wartawan yang mendapat intimidasi saat meliput demonstrasi Hari Buruh Internasional,” kata Rendy saat menyampaikan tanggapannya dalam diskusi publik bertajuk “Kebebasan Pers di Kalimantan Tengah dan Peran Kecerdasan Buatan” di Kafe Terserah.id, Jalan Sam Ratulangi, Palangka Raya, Minggu (4/5/2025). 

Tak hanya terjadi secara nasional, Rendy juga mengaku mendapat cerita adanya intimidasi terhadap profesi wartawan di Kalteng. Beberapa rekan anggota AJI di Palangka Raya, ujar Rendy, pernah bahkan sering mendapat intimidasi dari pihak narasumber sebuah pemberitaan. 

“Kebanyakan intimidasi datang dari Aparat Penegak Hukum (APH). Kasus paling besar kan terjadi di Kalimantan Selatan baru-baru ini, kasus Juwita, yang dihabisi oleh oknum anggota berseragam, kami aktif mengadvokasi kasus tersebut,” imbuh Rendy. 

Menurut Rendy, IKP Kalteng yang berada di urutan ketiga masih tidak mencerminkan kebebasan pers yang sebenarnya. Sebab, di lapangan, para jurnalis tetap sering menerima intimidasi baik dalam bentuk verbal hingga penghapusan dokumen peliputan. 

“Ini berhubungan dengan kasus yang pernah dialami oleh teman-teman di Palangka Raya, rekan-rekan jurnalis rata-rata mendapat intimidasi dari APH,” tegasnya. 

Dalam diskusi yang sama, Ketua Komisi Informasi Kalteng, Agus Triantony, menekankan bahwa industri media perlu menetapkan batasan antara kepentingan prioritas jurnalis untuk menyuarakan kebenaran (menjalankan tugas sebagai pilar keempat demokrasi) dan melayani kepentingan pengiklan. 

“Kita harus mengambil sikap antara kepentingan prioritas jurnalis dan kepentingan konten (ekonomi),” tuturnya. 

Agus juga menyinggung peran kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam menunjang kerja jurnalistik sehari-hari. 

“Maka dari itu, jangan kita sampai menjustis bahwa teknologi sekarang ini menghambat kita bekerja sebagai jurnalis, justru adanya teknologi ini membantu kita dalam menjalankan tugas jurnalistik lebih efisien,” kata Agus. 

Menurut Agus, AI tidak akan menjadi ancaman bagi para jurnalis. Dia mengambil contoh penerapan kemajuan teknologi dalam mengupayakan transparansi informasi publik. 

“Badan publik juga mungkin sangat efisien jika menggunakan AI dengan menerapkannya ke layanan informasi ke masyarakat, kalau itu dari badan publik yang menyiarkan, maka itu sah dan akurat,” tegasnya.

+ posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *