Alasan KPK Tahan Dua Tersangka Dugaan Korupsi Shelter Tsunami

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa spesifikasi pembangunan TES shelter Tsunami di NTB mengalami penurunan material. Penurunan spesifikasi berupa diduga dilakukan PPK Kementrian PUPR, Aprialely Nirmala (AN) yang merupakan tersangka.
“Bahwa selain melakukan perubahan design, ternyata AN menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Serta, perubahan desain maupun penurunan spesifikasi yang dilakukan oleh AN,” kata Direktur penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Senin (30/12/2024).
Asep menjelaskan penurunan spesifikasi material itu berupa:
1. Menghilangkan balok pengikat antarkolom pada elevasi 5 meter dimana dalam dokumen perencanaan terdapat balok pengikat ke seluruh kolom. Dalam bangunan pada elevasi 5 meter, namun ternyata diubah hanya mengikat di sekeliling bangunan saja.
2. Mengurangi jumlah tulangan dalam kolom, di mana pada perencanaan awal sebanyak 48 dikurangi menjadi 40.
3. Mengubah mutu beton dari dari perencanaan awal K-275 menjadi K-225, selain itu dalam perubahan gambar DED tersebut, tidak digambarkan balok ‘ramp’ (jalur evakuasi yang menghubungkan antar lantai). Sesuai dengan gambar pra desain yang terdapat dalam Laporan Akhir Perencanaan (satu kesatuan dalam dokumen perencanaan).
Kondisi tersebut, menurut Asep, dapat menyebabkan perkuatan ‘ramp’ terlalu kecil. Serta, kondisi ‘ramp’ hancur pada saat terjadi gempa.
Atas perbuatan para tersangka, kata Asep, menimbulkan kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah. “Telah terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18.486.700.654,” kata Asep.
Kedua tersangka langsung ditahan selama dua puluh hari pertama mulai 30 Desember 2024 sampai 18 Januari 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur.
Mereka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.