Kejagung, OJK, dan Bappebti Susun Standarisasi Penanganan Barbuk Kripto

Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Asep N. Mulyana, menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Otoritas Jasa Keuangan. Kerja sama dilakukan dalam rangka menyusun standarisasi dan petunjuk teknis dalam penanganan perkara yang melibatkan barang bukti aset kripto.
“Kerja sama ini merupakan komitmen dan langkah nyata dari Jampidum untuk membangun standarisasi dalam penanganan perkara, khususnya memastikan kuantitas dan kualitas barang bukti kripto secara transparan dan akuntabel,” kata Asep dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2024.
Selain menjamin transparansi, kerja sama ini bertujuan untuk memastikan kuantitas dan kualitas barang bukti aset kripto dapat diverifikasi secara objektif oleh Bappebti dan OJK. Petunjuk teknis mengenai tata kelola barang bukti Kripto telah disusun dan akan mulai diterapkan di lingkungan Jampidum sebelum nantinya diserahkan kepada Badan Pemulihan Aset.
“Dengan kerja sama ini, penyerahan barang bukti kripto oleh penyidik dapat dipastikan secara objektif, serta kuantitas dan kualitas aset kripto tersebut dapat dijamin,” ujar Asep.
Asep menekankan pentingnya penguatan pengetahuan dan keterampilan jaksa dalam mendukung penegakan hukum yang modern. Khususnya, di tengah perkembangan teknologi dan kejahatan siber.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan penegakan hukum yang lebih profesional dan optimal. Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
“Dengan sinergi ini, kita harapkan penegakan hukum dapat mengikuti perkembangan teknologi, termasuk di dalamnya transaksi digital dan aset kripto,” pungkas Asep.
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono menyatakan bahwa penggunaan mata uang kripto kerap digunakan dalam berbagai modus kejahatan. Terutama pencucian uang dan tindak pidana ekonomi lainnya.
“Penggunaan mata uang kripto sebagai alat kejahatan lekat dengan modus pencucian uang dan tindak pidana ekonomi lainnya,” kata Feri dalam acara In House Training (IHT) dengan tema Penanganan Barang Bukti Aset Kripto dalam Perkara Pidana.
Menurut Feri, aset kripto kerap dimanfaatkan untuk menyamarkan harta hasil kejahatan. Caranya dilakukan melalui enkripsi sistem blockchain yang sulit diakses pihak luar.
“Meskipun sering disebut cryptocurrency, Indonesia tidak mengakui kripto sebagai alat tukar yang sah,” ujar Feri.