KPK Sita 14 Kendaraan Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 14 kendaraan di kasus dugaan korupsi pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan dari 14 kendaraan yang disita, 11 di antaranya merupakan kendaraan roda empat serta tiga unit sepeda motor.
“Di mana salah satu unit sepeda motor yang disita merupakan milik mantan staf khusus Menaker RYT,” kata Asep di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 24 Juli 2025.
RYT adalah inisial Risharyudi Triwibowo, yang pernah menjadi staf khusus pada masa Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah. Ia kini menjabat sebagai Bupati Buol Sulawesi Tengah.
Adapun jenis sepeda motor yang disita KPK dari Risharyudi adalah merek Harley Davidson.
Dia mengatakan sejumlah kendaraan yang disita itu merupakan hasil penggeledahan yang ada di beberapa tempat yaitu di wilayah Jabodetabek serta di Jawa Timur. Penyidik, kata Asep, menggeledah kantor Kementerian Ketenagakerjaan, rumah dari para tersangka, hingga kantor agen tenaga kerja asing.
Dalam kasus ini, KPK juga telah melakukan penahanan terhadap delapan tersangka. Upaya penahanan pun dilakukan secara terpisah yakni pada 17 Juli serta 24 Juli 2025.
Pada 17 Juli, KPK menahan empat tersangka yang merupakan pejabat eselon I dan II yaitu Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) periode 2020-2023 Kemnaker, Suhartono; Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing periode 2019-2024, Haryanto, yang kemudian menjabat Direktur Binapenta dan PKK periode 2024-2025; Direktur PPTKA Kemnaker periode 2017-2019, Wisnu Pramono; serta Direktur PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Devi Angraeni.
Kemudian, pada 24 Juli, KPK menahan empat tersangka yang merupakan pelaksana di tingkat bawah yaitu Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Gatot Widiartono; Petugas Saluran Siaga RPTKA periode 2019-2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Putri Citra Wahyoe; Analisis Tata Usaha Direktorat PPTKA periode 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Jamal Shodiqin; serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018-2025, Alfa Eshad.
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan sebelumnya bahwa delapan tersangka itu memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen TKA. Mereka bersekongkol melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap para tenaga kerja asing, yang mengurus izin RPTKA di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.
Secara umum, menurut dia, para tenaga kerja asing yang akan mengurus izin mengajukan permohonan secara daring lewat perusahaan agen. Pihak Kemnaker kemudian akan memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.
Jika ada berkas yang kurang, kata Budi Sukmo, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Di sinilah kemudian pemerasan tersebut terjadi. Petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.
Mereka, kata Budi Sukmo, menghubungi para agen itu melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Cara ini, dengan meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.
Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkas tersebut. Sedangkan bagi para agen yang tidak memberikan uang, akan terhambat permohonan izinnya.
Budi Sukmo mengatakan petugas tidak memberi tahu apa kekurangan berkasnya, tak memproses berkas tersebut, atau mengulur-ulur waktu penyelesaiannya sehingga tenaga kerja asing mendapat denda. Adapun denda yang harus ditanggung pemohon cukup besar, yakni Rp 1 juta per hari.
“Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, ya, mereka akan mendapat denda lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan,” kata Budi Sukmo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 5 Juni 2025. (Tempo.co)